Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Khilafah, Kekuatan Kaum Muslimin, Gentarkan Musuh!

 

Khilafah, Kekuatan Kaum Muslimin, Gentarkan Musuh!

TEL AVIV () — Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Senin (21/4/2025) malam bahwa dia tidak akan menerima pembentukan kekhalifahan mana pun di pantai Mediterania. Selain itu, dia juga menjelaskan bahwa respons Israel tidak akan terbatas pada Yaman, tetapi akan meluas ke Lebanon dan wilayah lainnya.

Yang menarik untuk dicermati adalah pernyataan klaim Netanyahu menolak khilafah sekaligus peluang berdirinya kekhalifahan. Tampaknya ia telah menangkap sinyal kuat bahwa tegaknya kekhalifahan sudah menjadi tuntutan global. Ini menggambarkan beban besarnya, betapa  ketakutan akan kekuatan umat islam yang mulai terbentuk kesadarannya dengan menyerukan jihad dan tegaknya khilafah sebagai solusi di tingkat global. 

Betapa tidak, aksi-aksi masif bela Palestina di berbagai belahan dunia kian didominasi kibaran ar-rayah dan al-liwa’. Begitu pun narasi pembelaan yang mencuat ke permukaan, sudah mengarah pada tuntutan jihad yang disertai seruan penegakan Khilafah sebagai satu-satunya solusi menghentikan penjajahan.

Para ulama dunia, termasuk beberapa organisasi perkumpulannya, mendesak negara-negara muslim bersatu jihad melawan Israel. Upaya ini dilakukan untuk menghentikan genosida Israel di Gaza.International Union of Muslim Scholars (IUMS), sebuah organisasi muslim internasional besar yang berbasis di Qatar, pada Jumat (4/4/2025) mengeluarkan fatwa yang berisi seruan jihad melawan Israel. Dilansir Middle East Eye, seruan juga mencakup intervensi militer, ekonomi, dan politik untuk menghentikan genosida di Gaza.


Tidak heran jika ia menyebut tegaknya Khilafah ini sebagai sebuah ancaman besar bagi kelangsungan hidup negaranya. Bahkan ia pun terlihat berusaha menarik dukungan negara-negara Barat, dengan menyebutkan bahwa jika hal itu terjadi bukan hanya negaranya yang terancam, tetapi negara-negara Barat pun secara keseluruhan akan terkena giliran.


Inilah rupanya yang melatari kekejaman luar biasa dan serangan jorjoran pasukan Zion*s di tanah Gaza. Ini pula yang menyebabkan Amerika secara terbuka mendukung penjajahan dengan sokongan politik, dana, dan persenjataan yang jumlahnya luar biasa. Stockholm International Peace Research Institute pernah mengungkap, bantuan Amerika Serikat untuk operasi militer Zion*s di Gaza, Lebanon, dan Suriah mencapai lebih dari Rp356,8 triliun. Dengan kata lain, AS telah memasok 69% kebutuhan senjata Zion*s pada periode 2019–2023 dan meningkat menjadi 78% pada akhir 2023.



Tidak heran jika dampak perang tersebut begitu mengerikan. Terbaru, Al-Jazeera (30-4-2025) menyebutkan jumlah korban sejak 7 Oktober 2025 sedikitnya 52.365 warga yang tewas dan 117.905 lainnya luka-luka (data Kementerian Kesehatan Gaza). Data ini diperbaharui Kantor Media Pemerintah Gaza yang menyebut jumlah korban tewas adalah lebih dari 61.700, sedangkan ribuan orang yang hilang di bawah reruntuhan juga diduga tewas. Lebih dari 70% di antara mereka adalah perempuan dan anak-anak.


Kondisi ini dari hari ke hari kian mencekam. Sampai-sampai media saat ini menyebut tanah Gaza sebagai “tanah keputusasaan” (land of desperation). Sementara itu, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus menggambarkan di Gaza hari ini telah terjadi, “momen yang mengerikan dan suram.” Adapun World Food Programme (WFP) menyebut, situasi di Jalur Gaza sekali lagi mencapai titik kritis: orang-orang kehabisan cara untuk bertahan hidup, dan kemajuan yang dicapai selama gencatan senjata singkat benar-benar telah sirna.


Betapa tidak? Selain korban pemboman dan pembakaran terus berjatuhan, sejak gencatan senjata fase pertama dilanggar, yakni sekira 2 Maret 2025, pihak Zion*s telah sepenuhnya memutus semua pasokan logistik untuk 2,3 juta penduduk Jalur Gaza. Alhasil, persediaan makanan yang disimpan selama gencatan senjata di awal tahun pun terus menipis. Bahkan pada akhir Maret ini semua bahan pangan akhirnya habis. Air, bahan bakar, obat-obatan, dan peralatan medis menjadi sangat langka. Gaza pun benar-benar dilanda kelaparan, gizi buruk, dan krisis pangan yang lebih parah dari sebelumnya.


Mirisnya, atas fakta ini, lembaga-lembaga internasional—seperti PBB—benar-benar tidak bisa bertindak apa pun. PBB hanya menyerukan tindakan “terpadu” untuk menghentikan “bencana kemanusiaan” di Gaza. Demikian pula dengan Mahkamah Kriminal Internasional (ICC). Meski pengadilan memutuskan bahwa pihak Zion*s bersalah atas bencana perang dan menyebut Netanyahu sebagai penjahatnya, nyatanya tidak ada yang bisa dilakukan untuk menyeret ke meja pengadilan. Bahkan pengadilan ICC disebut sebagai “gelaran sirkus” dan dituding sarat politisasi karena dianggap telah disetir kepentingan politik Ham*s.

Kenapa harus jihad dan Khilafah? 

Karena secara syar'i sebagaimana yang termaktub dalam kitab-kitab fiqih, kondisi Palestina sudah memenuhi syarat untuk dilakukan jihad. Sebab musuh sudah menduduki wilayah kaum muslimin, maka wajib bagi penduduknya untuk melakukan perlawanan, dan jika penduduk sekitar tidak mencukupi, maka kewajiban jihad terus melebar kepada muslim terdekat, seperti muslim Libanon, Yordania, Mesir, dan Suriah. Samapi musuh mampu diusir atau dikalahkan. 

Kenapa butuh Khilafah? 

Karena jihad melawan zionis (la'natullah alaihim) tidak akan sempurna jika tidak dilawan oleh negara yang memiliki militer, persenjataan, alat-alat tempur baik darat, laut, ataupun udara. Hanya saja ini terhalang oleh para penguasa pengkhianat yang menjadi agen barat, juga terhalang oleh sistem politik negara yang memang tidak mengenal istilah jihad. Negri-negri muslim hari ini terkotak-kotak oleh nasionalisme, menjadikan kepentingan utama mereka adalah negeri mereka bukan Islam dan kaum muslimin Artinya potensi kebangkitan khilafah sangat nyata dan makin dekat. Kalau tidak realistis, kenapa harus menjadi prioritas Israel dan Barat menghalau kebangkitannya ?


Di saat potensi kebangkitan khilafah menjadi sumber ancaman yg nyata, fenomena yg saat ini memicu kepanikan dan ketakutan Israel-Barat, ada bagian dari umat Islam yg justru meremehkannya bahkan menolaknya, menilainya hanya sebatas sejarah yg mustahil bisa diulang, tidak realistis, ilusi dan utopia. 

Lalu apa itu Khilafah?

Mengutip Syaikh Muhammad Husain Abdullah Rahimahullah dalam Kitab beliau Dirasat fil Fikri al Islam; 


عرفها الفقهاء بقولهم : هي رئاسة عامة في أمور الدين والدنيا، وهي رئاسة عامة للمسلمين جميعا في الدنيا، لإقامة أحكام الشرع، وحمل الدعوة الإسلامية إلى العالم .


Para Ulama mendefinisikannya sebagai: "Dia merupakan Kepemimpinan umum dalam hal-hal (urusan) agama dan dunia, dan dia merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh umat Islam di dunia, untuk menerapkan hukum Syariat dan mengemban Dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia".

Khilafah adalah Kekuatan simbol yg mengutuhkan kekuatan umat Islam dunia menjadi satu dan absolut yg secara langsung akan menabrak imperialisme Zionisme dan imperialisme Barat tanpa bisa dihalau kekuatan apapun.


Kaum muslim harus bangkit dengan segenap kekuatan, tekad, dan keteguhan hati, yang dikobarkan oleh keimanan, bagaikan gunung yang kokoh, bersama kelompok yang tetap teguh dalam keyakinan mutlaknya bahwa Khilafah Islam—yang ditentang oleh Netanyahu, Trump, dan Putin—adalah mahkota kewajiban yang menjadi sumber kemuliaan kaum muslim, pemelihara keadilan bagi seluruh umat manusia, dan satu-satunya jalan untuk mencapai pengabdian mutlak kepada Allah Swt., dengan menolak semua tuhan-tuhan tandingan selain Allah.

Umat mulai menyadari bahwa solusi yang ditawarkan Barat bukanlah solusi hakiki. Makin jelas pula bahwa dakwah menyerukan jihad dan Khilafah bukan hanya sekedar bicara  alias NATO – No Action Talking Only.  Sudah seharusnya umat menyambut seruan ini. Khilafah adalah ajaran Allah dan bisyarah Rasulullah yang pasti akan terwujud.  

Sungguh, masa depan Palestina dan dunia hanya ada pada Islam dan Khilafah. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan bagi umat selain terus menggelorakan pembelaan dengan jalan mendukung dakwah dan para pengembannya.

Wallahu a'lam bisshawab .