Tragedi Desi dan Guncangan di Balik Pintu RSUD Rasidin Kota Padang
Padang—Sabtu, 31 Mei 2025, Kota Padang kembali diuji. Seorang perempuan bernama Desi Erianti, warga Gunung Sariak, Kecamatan Kuranji, meregang nyawa di tengah dugaan kuat bahwa kelalaiannya bukan nasib semata—melainkan buah pahit dari pelayanan medis yang gagal berfungsi sebagaimana mestinya.
Duka yang menyelimuti keluarga Desi menjalar menjadi kemarahan publik. Apa yang seharusnya menjadi tempat penyelamat justru diduga menjadi saksi bisu dari proses yang lamban dan tak manusiawi. RSUD Rasidin Padang, rumah sakit milik pemerintah kota, kini berada di pusat pusaran kritik tajam.
Tak ingin tragedi ini berlalu tanpa pertanggungjawaban, Wali Kota Padang, Fadly Amran, bergerak cepat. Dalam pernyataan resminya usai Rapat Paripurna DPRD Padang, Senin (2/6/2025), Fadly mengumumkan langkah drastis: menonaktifkan Direktur RSUD Rasidin beserta sejumlah pejabat penting lainnya.
“Kita harus berani mengevaluasi total. Kami ingin tahu di mana letak kesalahannya dan mengapa ini bisa terjadi,” ujar Fadly dengan nada tegas.
Daftar Penonaktifan yang Menggemparkan
Sebagai bentuk tanggung jawab dan langkah awal pemeriksaan internal, beberapa posisi penting langsung dibekukan, di antaranya:
Keputusan ini bukan hanya respons administratif, tetapi sinyal bahwa Pemerintah Kota Padang ingin membuktikan komitmennya terhadap pelayanan publik yang manusiawi dan berkualitas.
“Ini bukan sekadar rotasi. Ini refleksi. Kami tak bisa membiarkan satu nyawa pun hilang karena sistem yang tak bekerja,” lanjut Fadly.
Kepemimpinan Sementara: Upaya Menjaga Layanan Tetap Jalan
Untuk menjaga stabilitas operasional rumah sakit, dr. Sri Kurnia Yati—Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang—ditunjuk sebagai Pelaksana Harian Direktur. Selain itu, jabatan kosong lainnya pun segera diisi oleh pejabat internal secara sementara, sesuai pernyataan Kepala BKPSDM Kota Padang, Mairizon.
Lebih dari Sekadar Sanksi
Meski penonaktifan pejabat telah dilakukan, publik menuntut lebih. Gelombang desakan agar investigasi dilakukan secara transparan dan akuntabel terus menguat. Tragedi ini bukan hanya soal prosedur medis yang mandek, tapi soal hak mendasar setiap manusia: mendapatkan pertolongan saat hidupnya bergantung pada sistem.
Kini, sorotan tajam mengarah pada RSUD Rasidin dan bagaimana Pemerintah Kota merespons krisis kepercayaan ini. Waktu akan menjawab: apakah Desi Erianti akan dikenang sebagai simbol perubahan—atau sekadar nama yang hilang di antara laporan evaluasi.
