Saat Sistem Membisu, Nurani Harus Bicara
Di dunia yang serba tertib oleh aturan, sering kali kita lupa satu hal, manusia bukan robot. Kita hidup bukan hanya berdasarkan sistem, tapi juga nurani. Sayangnya, sistem sering terasa lebih galak daripada hati nurani, apalagi dalam pelayanan publik.
Mari kita jujur. Dalam banyak kasus, termasuk kasus tragis seperti meninggalnya Desi Erianti, atau warga lain yang ditolak pelayanan medis karena urusan administratis, selalu ada alasan sistemik, berkas tidak lengkap, rujukan belum keluar, obat tidak ditanggung BPJS, dan seterusnya.
Semua terdengar rapi. Logis. Tertib.
Tapi ada satu yang hilang, rasa kemanusiaan.
Kita tidak bisa membenci sistem sepenuhnya. Tanpa sistem, kita kacau. Tapi ketika sistem digunakan sebagai tameng untuk tidak membantu sesama, saat itulah nurani sedang dikorbankan di altar prosedur.
Seperti, seorang pasien datang tengah malam, dengan napas berat dan wajah panik. Tapi karena namanya belum terdaftar atau jaminan belum aktif, ia diminta pulang.
Apakah sistem salah? Tidak. Tapi apakah itu benar? Belum tentu.
Nurani Tidak Butuh Surat Edaran
Nurani itu tidak minta tanda tangan. Nurani tidak perlu regulasi atau Peraturan Menteri. Ia hanya perlu dihidupkan. Tapi sayangnya, dalam birokrasi hari ini, nurani sering dianggap gangguan. Seolah membantu orang yang "tidak sesuai prosedur" adalah pelanggaran, bukan kebaikan.
Padahal, banyak negara maju justru memprioritaskan. Di Jepang misalnya, mereka bilang: bukan prosedur yang paling penting, tapi rasa hormat pada manusia.
Saat Sistem dan Nurani Bisa Bersatu
Idealnya, sistem dan nurani tidak harus saling bertarung. Justru mereka harus berjalan beriringan. Sistem mengatur, nurani menjaga.
Sistem memberi batas, nurani memberi jalan keluar.
Pimpinan yang baik bukan hanya menegakkan sistem, tapi juga membuka ruang bagi nurani bawahannya untuk bertindak dalam situasi darurat.
Dan petugas di lapangan harus tahu: kadang, menyelamatkan satu nyawa lebih penting daripada menandatangani 12 lembar formulir.
Jangan Jadi Mesin Ber-Seragam
Kita butuh sistem. Tapi lebih dari itu, kita butuh manusia yang bekerja dengan hati.
Karena rakyat datang bukan hanya mencari layanan, tapi harapan.
Dan semoga, di tengah rapat, rutinitas, dan target birokrasi, nurani kita tidak ikut mati.
.jpeg)